Ditjen Bina Adwil Matangkan Kebijakan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dalam Rapat Strategis



Logo Kemendagri

Kementerian Dalam Negeri

Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan

Informasi:
Selamat Datang di Website Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri dan Selamat HUT ke-80 Republik Indonesia. Teruslah berkibar, Merah Putih, sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan seluruh rakyat. Dirgahayu Republik Indonesia! Semoga semangat kemerdekaan selalu menginspirasi kita untuk membangun negeri yang adil, makmur, dan berdaya saing. || Telah terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2025: TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN DALAM NEGERI . Klik di sini untuk melihat selengkapnya || Berita Terbaru Kemendagri: Ditjen Bina Adwill Tekankan Penyusunan Manual Mutu, SOP, dan Penguatan Kelembagaan Bersih dan Transparan  | Ditjen Adwil Kemendagri Salurkan Bantuan Tenda Posko dan Logistik untuk Penanganan Bencana di Bali || Ingin menyampaikan pertanyaan, kritik, atau saran? Silakan isi formulir kami di https://ditjenbinaadwil.kemendagri.go.id/form

Ditjen Bina Adwil Matangkan Kebijakan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dalam Rapat Strategis

Jakarta –  Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Ditjen Bina Adwil) mengambil langkah penting dalam upaya penguatan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memperkuat posisi MHA dalam kerangka hukum nasional melalui Rapat Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang digelar di Lantai 5 Gedung H Kemendagri, Jakarta. Rapat ini dibuka secara langsung oleh Direktur Toponimi dan Batas Daerah, Ditjen Bina Adwil, Raziras Rahmadillah, S.STP, MA didampingi Kasubdit Toponimi, Data dan Kodefikasi Wilayah Administrasi Pemerintahan dan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai biro dan direktorat terkait di lingkungan Kemendagri, Rabu (21/8/2024).

Subjek hukum terkait MHA berada di bawah kewenangan Kemendagri, sementara objeknya mencakup tanah ulayat, hutan adat, dan wilayah pesisir yang berada di bawah tanggung jawab kementerian terkait seperti ATR/BPN, KLHK, dan KKP. Kemendagri juga berencana untuk meluncurkan pilot project terkait MHA, yang mencakup pengelolaan laut dan hutan dengan subjek hukum tetap berada di bawah Kemendagri.

"Penting untuk memastikan bahwa pengakuan Masyarakat Hukum Adat tidak hanya sekadar wacana, tetapi diwujudkan dalam kebijakan yang konkret dan dapat diimplementasikan, kami berupaya mempercepat proses penetapan MHA oleh kepala daerah serta mengembangkan pilot project yang dapat menjadi model dalam pengelolaan tanah ulayat, hutan, dan wilayah pesisir," ujar Raziras.

Dalam rapat ini, disepakati pentingnya segera menetapkan MHA melalui keputusan kepala daerah. Pihaknya juga menggarisbawahi bahwa tanah ulayat tidak dapat diputuskan selama masih terdapat konflik, dan tanah ulayat hanya akan diakui setelah disetujui sebagai tanah adat.

Pembahasan terkait batas wilayah juga menjadi perhatian, di mana beberapa perwakilan mencatat bahwa batas MHA dapat disamakan dengan batas desa, namun dapat mempengaruhi batas administrasi, mengingat sifat nomaden MHA. Ada juga pandangan bahwa batas administrasi tidak selalu selaras dengan batas MHA, karena di beberapa tempat, wilayah MHA melampaui batas administrasi yang ada.

Selain itu, langkah BRWA yang telah melakukan registrasi dan verifikasi terhadap peraturan daerah dan keputusan kepala daerah terkait, yang bisa menjadi dasar dalam penerbitan kode wilayah untuk tanah ulayat menjadi sorotan. Kita juga perlu mempertimbangkan dampak dari penerbitan kode wilayah adat, termasuk potensi crash action dengan pihak internasional, anggaran, dan dampak terhadap kedaulatan.

Di sisi lain, Bagian Perundang-Undangan (PUU) menekankan pentingnya mencermati substansi dari Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, guna menghindari penafsiran yang berbeda. 

"Kami berkomitmen untuk menjaga sinergi antar kementerian dalam mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Hukum Adat dan akan terus mendorong penerbitan keputusan-keputusan yang sesuai dengan kebutuhan MHA, termasuk memastikan batas wilayah adat yang jelas dan penerbitan kode wilayah yang akurat," pungkas Raziras. 

Biro Hukum menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada surat edaran bersama lintas K/L terkait MHA, dan menyarankan agar Kemendagri mengeluarkan surat edaran yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri untuk mencakup kebutuhan lintas K/L terkait MHA.

Call Center 168

Selamat Datang di Kemendagri Adwil Call Center
Silakan isi formulir di bawah ini untuk memulai obrolan