Pengelolaan Layanan Perkotaan Berbasis Pendekatan Smart City Menuju Kota Cerdas dan Berdaya Saing
Jakarta – Direktorat Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, melaksanakan FGD Standar Kota Cerdas ASEAN pada Rabu (17/03/2021) di Jakarta. Dalam FGD ini mencoba menggali mengenai penerapan konsep Kota Cerdas (Smart City) pada perkotaan di Indonesia. Dimana masih banyak yang belum dikelola secara optimal, hal ini ditunjukkan dengan konsep Kota Cerdas yang belum dipahami secara menyeluruh dan baru sekedar euforia penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saja tanpa menyentuh pemenuhan layanan publik secara efektif. Selain itu belum adanya regulasi mengenai pengelolaan perkotaan dengan pendekatan kota cerdas menjadikan penerapannya di Indonesia dirasa belum menghadirkan solusi yang kreatif dan inovatif terhadap penyediaan layanan maupun menghadapi permasalahan perkotaan secara efektif dan efisien.
Menghadapi hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Kawasan Perkotaan dan Batas Negara Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan berkomitmen untuk menyelesaikan Peraturan Pemerintah tentang Perkotaan. Sebagai amanat dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah, salah satu hal yang akan diatur didalamnya adalah mengenai Standar Pelayanan Perkotaan (SPP). Sebagai suatu standar pemenuhan layanan, SPP akan dapat diimplementasikan dan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan atau kebijakan oleh pemerintah daerah serta mengurangi terjadinya permasalahan di perkotaan dengan indikator yang dapat diukur sesuai dengan kebutuhan perkotaan serta peran dan besaran masing-masing perkotaan, dimana pelayanan yang disediakan harus memenuhi aspek kemanfaatan, keadilan dan keterjangkauan. Hal tersebut karena SPP akan terdiri dari Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) sebagai acuan kualitas fasilitas pelayanan yang disediakan berdasarkan perspektif penyedia (pemerintah), Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan sektoral dan Standar Nilai berdasarkan perspektif penerima layanan (warga perkotaan). Setelah melalui perjalanan panjang, saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perkotaan sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM dan diharapkan dapat mengisi kekosongan mengenai regulasi perkotaan di Indonesia.Secara lebih lanjut, juga akan diatur mengenai regulasi tentang pendekatan Kota Cerdas yang akan dituangkan dalam Permendagri.
Kepala Biro Humas, Kerjasama dan Layanan Informasi Badas Standar Nasional Bapak Zul Amri dalam FGD ini menyampaikan bahwa untuk indikator-indikator penilaian pendekatan Kota Cerdas dapat dikolaborasikan dengan standar yang terkait dengan kota cerdas diantaranya SNI ISO 37120:2018 Pembangunan perkotaan dan masyarakat yang berkelanjutan -Indikator-indikator untuk layanan perkotaan dan kualitas hidup serta SNI ISO 37122:2019 Perkotaan dan masyarakat berkelanjutan – Indikator untuk kota cerdas. Indikator-indikator dalam kedua SNI tersebut selain mengacu pada standar yang diakui secara internasional (ISO) juga telah mengatur mengenai pelaksanaan penilaian tingkat kematangan Kota Cerdas terhadap ekosistem solusi cerdas dari layanan (urusan) yang disediakan Pemerintah Daerah.
Dalam forum ini pula, Asisten Deputi Penguatan Daya Saing Kawasan, Kemenko Perekonomian menyampaikan mengenai Asean Smart City Network (ASCN) sebagai sarana kolaborasi antar kota di ASEAN untuk mencapai tujuan bersama pembangunan kota yang cerdas dan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan bantuan teknologi yang bertujuan untuk memfasilitasi kerjasama kota maupun dengan sektor swasta dan mengamankan dukungan dan bantuan pendanaan dari mitra wicara serta industri multilateral seperti Bank Dunia, ADB dan AIIB. Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini juga berpengaruh terhadap pengembangan kawasan perkotaan dimana prinsip Kota Cerdas diterapkan untuk mendukung pemulihan kegiatan ekonomi dari dampak pandemi dan diperlukannya penguatan manajemen bencana khususnya di perkotaan yang beresiko lebih tinggi karena faktor jumlah penduduk, kepadatan, dan investasi yang lebih besar dibandingkan di pedesaan.
Ditambahkan oleh Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, Bapak Ir. Sugiyantoro, standar kota cerdas seharusnya menjadi semacam ukuran pencapaian kinerja perkotaan untuk semua aspek perkotaan yang dapat diukur. Dan kondisi di Indonesia memiliki beragam varian perkotaan dalam hal ukuran, bentuk dan persoalan dalam perkotaan itu sendiri seperti kemiskinan, penyediaan perumahan, infrastruktur dasar (air bersih, persampahan, transportasi, dll). Sementara setiap perkotaan meskipun memiliki universalitas persoalan namun juga memiliki keunikan persoalan (local character).
Hal tersebut perlu dipahami agar Kota Cerdas dengan enam pilarnya (smart economy, smart environment, smart people, smart living dan smart governance) tetap mewujudkan ketahanan lingkungan dan sosial sehingga perkotaan tersebut mampu menghadapi tantangan keberlanjutan global dalam konteks lokal. (SDW)