Fasilitasi Penyelesaian Pemanfaatan Lahan HGB dan eks HGB di Kota Palu

Fasilitasi Penyelesaian Pemanfaatan Lahan HGB dan eks HGB di Kota Palu

SHARE

Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara, Ditjen Bina Adwil memimpin Rapat Fasilitasi Penanganan Masalah dan Konflik Pertanahan di Daerah Dalam Rangka Fasilitasi Penyelesaian Pemanfaatan Lahan HGB dan eks HGB di Kota Palu melalui Aplikasi Zoom. Rapat dihadiri oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kota Palu, Inspektorat Jenderal Kemendagri, dan Ditjen Bina Keuangan Daerah. Rapat ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan permasalahan terkait percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di Provinsi Sulawesi Tengah khususnya pembangunan hunian tetap.

Kementerian ATR/BPN menyampaikan bahwa penetapan lokasi (penlok) sudah sesuai dengan norma yang diatur dalam PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Penlok tersebut sudah terbit dan masa berlakunya sampai tahun 2022, namun sampai dengan saat ini belum ada realisasinya. Kementerian ATR/BPN menyarankan agar instansi yang memerlukan tanah segera mengajukan tahapan proses pengadaan tanah ke Kanwil ATR/BPN dan untuk selanjutnya dapat dilaksanakan pengadaan tanah.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menyampaikan bahwa penlok yang dikeluarkan pada tahun 2018 tersebut adalah untuk relokasi korban bencana dan telah diberikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian PUPR untuk pembangunan Hunian Tetap (Huntap). Penlok tersebut berada di lokasi HGB dan eks HGB dan telah disepakati oleh pemilik HGB dan eks HGB. Namun ketika hendak dilakukan pembangunan terdapat keberatan dan klaim dari masyarakat atas lahan tersebut.

Pemerintah Kota Palu menyampaikan bahwa setelah turun surat dari Menteri ATR/BPN yang menyatakan bahwa tanah hasil penlok tersebut diserahkan ke BNPB dan Kementerian PUPR, sejak saat itu Pemerintah Kota Palu tidak memiliki akses atas aset tersebut. Pemerintah Kota Palu menyampaikan kepada Pemerintah Pusat agar lahan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Pemkot Palu sehingga Pemkot Palu memiliki legal standing atas lahan tersebut dan dapat mengelola lahan tersebut dengan maksimal.

Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara memberikan saran agar Pemerintah Kota Palu mengidentifikasi masyarakat yang mengklaim secara sepihak atas tanah tersebut. Kemudian terkait proses pembangunan Huntap ini harus segera dilaksanakan mengingat tenggang waktu yang akan segera berakhir. Agar proses pembangunan ini dapat berjalan lancar dan terhindar dari gangguan masyarakat maka diharapkan adanya pendampingan dan pengawasan dari Pemerintah Kota Palu

Hasil dari rapat tersebut adalah Pemkot Palu harus tetap mengawal dan mendampingi Kementerian PUPR dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan Hunian Tetap (huntap) sebagaimana penetapan lokasi (penlok) yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Sulawesi Tengah dan terhadap tuntutan masyarakat untuk langsung menguasai lahan sisa eks HGU seluas 300 Ha. Opsi dan upaya Penyelesaiannya akan didiskusikan lebih lanjut setelah Pemkot Palu menyusun perencanaan pemanfaatan lahan yang baik sesuai dengan tata ruang.