Rapat Evaluasi Pemetaan Konflik Pertanahan Dalam Rangka Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah

Rapat Evaluasi Pemetaan Konflik Pertanahan Dalam Rangka Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah

SHARE

Jakarta, 

Direktorat Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara Kementerian Dalam Negeri mengadakan Rapat Evaluasi Pemetaan Konflik Pertanahan dalam Rangka Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah. Kegiatan dilaksanakan secara simultan pada hari Rabu, 27 April 2022 dan Kamis, 28 April 2022 bertempat di Hotel Ibis Style. 

Rapat dipimpin oleh Analis Kebijakan Ahli Madya yang mewakili Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara, Nurbowo Edy Subagio, dan dihadiri oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Pemerintah Daerah dari Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Pangandaran, Kota Tasikmalaya, serta Kota Sukabumi. 

Nurbowo menjelaskan tujuan rapat adalah untuk membangun sinergi basis data antara pusat dan daerah serta pemetaan penyelesaian sengketa/konflik pertanahan di Provinsi Jawa Barat, sehingga terbangun pola-pola penyelesaian sengketa/konflik pertanahan di daerah lain. 

Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina umum dan Kementerian ATR/BPN sebagai pembina teknis urusan pertanahan memerlukan sinkronisasi data/informasi dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan konkuren bidang pertanahan, agar tidak terjadi overlapping antara pusat dan daerah dalam penyelesaian sengketa/konflik pertanahan. 

Kepala Biro Hukum Kementerian ATR/BPN Joko Subagio, menyampaikan bahwa dampak kasus pertanahan adalah tanah menjadi idle, tidak produktif, pusat kegiatan ekonomi tidak bisa dibangun dan tidak terciptanya lapangan pekerjaan. 

Selain itu, timbulnya persoalan sosial akibat tanah yang tidak dikuasai oleh para pihak dapat diokupasi oleh masyarakat hingga berdiri bangunan liar. Hal tersebut dapat memicu terjadinya tindak pidana akibat adanya benturan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekerasan di lapangan yang menimbulkan korban jiwa. 

Beberapa permasalahan pertanahan yang menjadi atensi dan disampaikan oleh peserta rapat di antaranya mengenai aset-aset daerah yang bermasalah dalam hal riwayat perolehannya sehingga seringkali mengalami kekalahan dalam persidangan, tanah eks-HGU yang diokupasi oleh masyarakat, dan kurangnya sinergi dalam bentuk koordinasi antara pemerintah daerah dengan kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa/konflik pertanahan. 

Kasubdit Pencegahan dan Hubungan Kelembagaan Kementerian ATR/BPN Shita, menyampaikan bahwa selain melakukan penyelesaian sengketa/konflik pertanahan di daerah perlu juga dilakukan pencegahan kasus pertanahan. Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. 

Pertama adalah dengan melakukan pemetaan potensi kasus berdasarkan tipologi kasus dan dilakukan kajian ilmiah/akademis maupun kajian praktis terhadap penyebab terjadinya kasus/akar masalah serta strategi penyelesaiannya maupun pencegahan kasus baru. 

Yang kedua dengan melakukan pencegahan terlebih dahulu, diprioritaskan pada sengketa/konflik dengan trend tertinggi. 

Ketiga dengan menguatkan kerja sama dan koordinasi dengan instansi pemerintah, K/L, perguruan tinggi, APH, stakeholder terkait dan masyarakat dalam bentuk membangun kesadaran bersama serta penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pecegahan kasus pertanahan. 

Keempat dengan melakukan optimalisasi penggunaan sistem informasi elektronik dalam Sengketa, Konflik dan Pertanahan (SKP), dan justisia untuk perencanaan, analisis kebijakan, penanganan serta pencegahan kasus pertanahan. 

Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen VII) Kementerian ATR/BPN telah menyelenggarakan kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk mendukung percepatan penyelesaian kasus-kasus pertanahan dan pencegahan timbulnya kasus-kasus baru. Output dari kerja sama ini adalah berupa kajian akar masalah dan penyebab kasus pertanahan, rekomendasi penyelesaian kasus pertanahan, rapermen pencegahan kasus pertanahan, dan peningkatan kemampuan SDM Ditjen VII dalam penyelesaian kasus pertanahan.