Rapat Rekomendasi Hasil Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Pengurangan Risiko Bencana

Rapat Rekomendasi Hasil Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Pengurangan Risiko Bencana

SHARE

JAKARTA

Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di jalur Cincin Api
Pasifik memiliki potensi bencana alam yang dapat terjadi setiap saat dan sulit diprediksi. Sejak 10 tahun terakhir tren kejadian bencana di Indonesia meningkat, terutama bencana hidrometerologi basah seperti banjir, puting beliung dan tanah longsor. Berbagai bencana yang terjadi telah memakan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar. Selain faktor alam, kompleksitas dari keragaman demografi di Indonesia juga menjadi faktor tingginya kerentanan terhadap bencana. Pertumbuhan penduduk yang tinggi jika tidak diimbangi dengan kebijakan pembangunan ekonomi yang merata dapat menyebabkan ketimpangan sosial, hal ini dapat menjadi pemicu timbulnya bencana sosial yaitu konflik sosial. Saat ini tantangan penanganan bencana menjadi bertambah dengan adanya bencana non alam yaitu pandemi Covid 19. Tren bencana akan semakin meningkat dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk, urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan dan perubahan iklim global.
Melihat tingginya risiko bencana di Indonesia maka perlu dilakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana untuk mengurangi dampak bencana baik korban jiwa, kerusakan infrastruktur, kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi. Pesatnya laju pembangunan juga berpotensi meningkatkan kerentanan, sehingga perlu menerapkan investasi pengurangan risiko bencana dalam setiap kebijakan pembangunan. Pengurangan risiko bencana merupakan tindakan yang dilakukan pada saat pra bencana dimana tidak ada ancaman bencana. Tindakan pengurangan risiko bencana harus dilihat sebagai bentuk investasi karena memiliki multiplier effect dalam berbagai sektor pembangunan. Mengurangi risiko bencana merupakan investasi dengan biaya yang efektif dalam mencegah kehilangan dimasa depan. 


Upaya pengurangan risiko bencana telah banyak dilakukan oleh pemerintah daerah disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing sehingga perlu dilakukan analisis dan evaluasi penyelenggaraan pengurangan risiko bencana. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran menyelenggarakan rapat Penyusunan Rekomendasi Hasil Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Pengurangan Risiko Bencana pada hari Kamis s.d Jumat tanggal 21-22 April 2022 bertempat di Hotel Luminor Kota, Jakarta.
Pada rapat tersebut narasumber Dr. Hendy Risdianto Wijaya, S.T., M.T., PhD dari DRRC UI menyatakan bahwa konsep pengurangan risiko bencana adalah mereduksi risiko melalui analisis dan manajemen faktor risiko bencana. Hendy juga menyatakan bahwa persoalan mendasar dari mitigasi bencana adalah keterbatasan data kebencanaan, padahal data-data tersebut dibutuhkan untuk menentukan langkah kebijakan dalam mitigasi bencana. Bappenas menegaskan tentang pentingnya pengintegrasian dokumen perencanaan penanggulangan bencana  dalam perencanaan pembangunan daerah melalui perumusan visi dan misi Kepala Daerah. Novi Kumalasari,S.AP, M.Si dari BNPB menyatakan pengurangan risiko bencana menjadi sangat penting karena bencana adalah masalah yang kompleks yaitu dari faktor lingkungan hingga pembangunan. 


Hasil dari rapat tersebut adalah rekomendasi sebagai berikut:
1.    Penyediaan dokumen teknis kebencanaan (KRB, RPB dan Renkon) dan pemanfaatannya sebagai dasar penetapan kebijakan penanggulangan bencana di daerah. 
2.    Penguatan fungsi koordinasi BPBD, keterbatasan sumber daya merupakan salah satu kunci permasalahan Penanggulangan Bencana di Indonesia, salah satunya pendanaan. Pendanaan Penanggulangan Bencana perlu dipandang dalam perspektif BPBD sebagai lembaga yang mengkoordinasikan kegiatan seluruh SKPD di bidang Penanggulangan Bencana. Tidak semua kegiatan Penanggulangan Bencana harus dikerjakan oleh BPBD oleh karena itu diperlukan upaya-upaya kolaboratif lintas perangkat daerah. 
3.    Pemda fokus pada upaya-upaya pemenuhan SPM Sub Urusan Bencana dengan memperhatikan antara lain Pelayanan informasi rawan bencana,  Pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan  Pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana) , serta mutu layanan dasar (Permendagri No. 101 Tahun 2018), tahapan penerapan Standar Pelayanan Minimal melalui penyusunan data terpilah warga negara yang menjadi target penerima pelayanan dasar (Permendagri No. 59 Tahun 2021) dan integrasi perencanaan program, kegiatan dan penganggaran (Kepmendagri 50-5889 Tahun 2021).
4.    Memprioritaskan belanja daerah untuk mendanai urusan pemerintah wajib yang terkait pelayanan dasar yang mengacu pada standar pelayanan minimal sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 298.
5.    Menginisiasi mekanisme kerja sama daerah dalam penanggulangan bencana (fokus pada jenis/potensi bencana daerah dan mengembangkan keraka kerja pelayanan kebencanaan) dan memperkuat kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam penggunaan dan pemanfaatan data kependudukan.
6.    Melakukan peningkatan kapasitas apartur BPBD dan masyarakat dalam penanggulangan bencana (fase pra bencana, fase tanggap darurat dan fase pasca bencana) melalui pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis dan kegiatan sosialisasi kebencanaan. 
7.    Meningkatkan kapasitas tata kelola dan penguatan kelembagaan BPBD dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang adaptif dan responsif khusunya penyediaan pelayanan dasar bencana sesuai SPM Sub Urusan Becana (Permendagri No. 101 Tahun 2018).
8.    Mengoptimalkan penggunaan dana desa dalam membangun ketangguhan bencana melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) berbasis pengurangan risiko bencana dengan melibatkan Forum PRB Desa dan relawan.
9.    Penyediaan sarana parasana minimal dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BPBD dalam penanggulangan bencana.
10.    Mengingkatkan peran TRC Penanggulangan Bencana dan relawan Penanggulangan Bencana untuk memperkuat kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di masyarakat.
11.    Meningkatkan ruang mitigasi risiko bencana bukan hanya bencana alam namun sampai pada tahap bencana sosial dan bencana teknologi (kesehatan mental) untuk menjadi Kajian Risiko Bencana.