Rapat Supervisi Kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Melalui Daya Saing Wilayah Berbasis Kawasan Khusus Industri dan Strategis Nasional

Rapat Supervisi Kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Melalui Daya Saing Wilayah Berbasis Kawasan Khusus Industri dan Strategis Nasional

SHARE

Jakarta –

Direktorat Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara melakukan Rapat Supervisi Kegiatan Pemerintahan dan  Pembangunan Daerah melalui  Daya Saing  Wilayah Berbasis Kawasan Khusus Industri dan Strategis Nasional pada tanggal 8 dan 9 September 2022, di Hotel Orchardz Industri Jakarta Pusat. 

Rapat dipimpin oleh Dr. Drs Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi M. Si selaku Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara. 

Peserta rapat dihadiri Para Kepala Dinas dan Kepala Bidang pada Dinas  Perindustrian dan Perdagangan pada 15 Provinsi yaitu: Aceh, Maluku Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Kep. Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara,  Jambi,  Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Lampung dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Kawasan Industri atau Industrial Park merupakan kawasan yang dibangun untuk kegiatan ekonomi pengolahan bahan baku atau sumber daya, sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Keberadaan Kawasan Industri menimbulkan  dampak bagi wilayah yang ada disekitarnya, dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. 

Dampak positif yang timbul adalah membuka peluang kerja bagi warga sekitar, meningkatkan perekonomian wilayah dimana industri tersebut berada. Sedangkan dampak negatifnya adalah adanya pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang tidak diolah dengan baik, kebisingan, dan debu yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan disekitarnya. 

Kebijakan pengembangan Kawasan Industri yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 merupakan langkah yang diambil pemerintah pusat guna mendorong peningkatan investasi di sektor industri serta memberikan kepastian hukum dan mengatur pengelolaan Kawasan Industri. 

Terbitnya Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) adalah pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri yang telah diamanatkan dalam PP nomor 14 Tahun 2015 tentang RIPIN 2015-2035. 

Sampai dengan bulan Juli 2022 sudah ada 138 Kawasan Industri yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dari 138 Kawasan Industri tersebut masih banyak kawasan yang belum melakukan aktivitas, dikarenakan belum optimalnya sarana dan prasarana infrastruktur dasar dan pendukung lainnya seperti jalan, gedung, air baku dan instalasi pengelolaan air limbah, serta belum adanya infrastruktur pendukung di luar kawasan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. 

Rapat Supervisi Kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Melalui Daya Saing Wilayah Berbasis Kawasan Khusus Industri dan Strategis Nasional diselenggarakan untuk mengetahui permasalahan dan kendala bagi daerah dalam pengembangan dan pembangunan kawasan industri, seperti kekurangan bahan baku, kurangnya infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, kurangnya pasokan listrik, air bersih, gas, dan pengolah  limbah. 

Terhadap Industri Kecil dan Menengah (IKM) masih mengalami kendala seperti akses pembiayaan, ketersediaan bahan baku dan peralatan mesin yang tertinggal, hingga pemasaran atau promosi. 

Dengan terbitnya Permendagri No. 12 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2018 tentang  Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP), fungsi Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah diharapkan berperan aktif  dalam  kemajuan dan pengembangan kawasan industri di daerah. 

Berbagai permasalahan dalam kawasan industri di Indonesia sangat berpengaruh terhadap pembangunan dan pengembangan kawasan industri itu sendiri. Masih banyak  permasalahan kawasan industri di daerah seperti infrastruktur yang belum mumpuni, padahal kawasan industri tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tiap tahunnya. 

Terdapat beberapa permasalahan dalam Pengembangan Kawasan Industri di daerah. 

Pertama terkait perencanaan, di mana pembangunan kawasan industri, perlu dilakukan Studi Kelayakan Kawasan Industri serta penyusunan dokumen perencanaan berupa Feasibility Study (FS), Masterplan, Detail Engineering Design (DED) yang tidak sesuai dengan pedoman pembangunan Kawasan Industri. 

Kemudian terkait Tata Ruang dan  Lahan, terdapat rencana Lokasi KI yang belum sesuai dengan Rencana Tata Ruang, pengalokasian Kawasan Peruntukan Industri (KPI) dalam Revisi RTRW tidak memperhatikan industri eksisting, harga lahan yang tidak kompetitif serta sulitnya penggunaan lahan terutama pada lahan yang berstatus hutan, tanah bengkok/kas desa, tanah adatdan sebagainya. 

Terkait perizinan, permasalahan yang dihadapi antara lain Perusahaan KI yang belum memahami perizinan terkait Kawasan Industri, terdapat ketentuan yang sudah tidak relevan, kurangnya insentif prioritas perizinan bagi KI seperti Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA), Wilayah Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Pengolahan limbah B3, serta belum terintegrasinya sistem perizinan pusat dengan daerah. 

Terkait infrastruktur, keterbatasan pendanaan pembangunan infrastruktur dasar dalam Kawasan Industri, terutama KI yang diprakarsai oleh Pemda, terdapat infrastruktur dasar dalam KI yang belum memenuhi Standar KI, keterbatasan Infrastruktur di luar KI baik dari sisi penyediaan maupun harga yang tidak kompetitif. 

Terkait pengelola dan tenant, terdapat pengelola KI yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang KI, tingkat okupansi tenant yang rendah pada beberapa kawasan industri dan terbatasnya promosi/pemasaran terkait KI. 

Kemudian dalam iklim berusaha, belum optimalnya pelaksanaan insentif KI dan adanya gangguan keamanan serta konflik sosial. 

Dari ragam permasalahan tersebut Kemendagri memiliki kewenangan yang dapat digunakan sebagai solusi permasalahan. 

Pertama, dalam pengembangan Kawasan Industri di Daerah, Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan PP Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah dan Permendagri No. 12 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2018, fungsi Perangkat Gubernur memiliki peran yang signifikan dalam peningkatan daya saing kawasan, terutama di  kawasan khusus yang memilki pengaturan penyelenggaraan terkhusus terkait dengan fasilitas  melalui kegiatan Dekonsentrasi yang dilaksanakan setiap tahun. 

Kedua, berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kawasan khusus merupakan bagian wilayah dalam daerah provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Kementerian  Dalam Negeri merupakan institusi yang memiliki otoritas melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaaan dan pelayanan publik. 

Ketiga, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) memiliki peran dalam mensinergikan berbagai sasaran dan tujuan antar wilayah atau daerah, untuk menghasilkan berbagai kebijakan dan strategi yang mendukung pencapaian program strategis nasional, salah satunya adalah pengembangan dan pembangunan kawasan khusus Industri dalam  pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu,  Kementerian Dalam Negeri senantiasa  melakukan pengawasan dan memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan kawasan industri yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui  RPJMN maunpun PSN.