Rapat Fasilitasi dan Identifikasi Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau di Wilayah Perbatasan Antar Negara
Jakarta - Dalam rangka meningkatkan ketertiban administrasi pemerintahan serta identifikasi wilayah administratif di wilayah perbatasan antar negara, rapat pusat dan daerah telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26 hingga 28 Februari 2024. Rapat yang dihadiri oleh berbagai pihak tersebut bertujuan untuk melakukan sinkronisasi dan klarifikasi atas usulan pemberian atau perubahan nama pulau, serta memberikan penegasan terhadap status wilayah administrasi pulau dengan memanfaatkan sistem informasi nama rupabumi (SINAR) dan sistem informasi pulau, serta teknologi pemetaan menggunakan citra satelit.
Rapat ini didasarkan pada beberapa dasar hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, serta beberapa peraturan pemerintah dan peraturan presiden terkait tata kelola wilayah administratif.
"Tujuan utama dari rapat ini adalah untuk mengkoordinasikan data pulau serta mengklarifikasi usulan perubahan nama pulau di wilayah perbatasan antar negara. Tindakan ini dianggap penting dalam pemutakhiran kode dan data wilayah administrasi pemerintahan serta pulau untuk tahun 2023, dan juga sebagai langkah implementasi dari kebijakan satu data di Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya mematuhi prosedur pembakuan nama rupabumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai upaya menjaga konsistensi dan kejelasan dalam penamaan pulau," ungkap Amran, Plh. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan.
Rapat dihadiri oleh 48 peserta, terdiri dari perwakilan dari kementerian, lembaga pemerintah terkait, serta daerah-daerah yang berbatasan dengan negara tetangga. Para narasumber yang hadir membahas hasil validasi pulau, data pemetaan, serta penamaan rupabumi pulau. Materi yang disampaikan narasumber kemudian dibahas dalam sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator.
Pelaksanaan rapat juga mencakup pembagian kelompok terkait pendampingan teknis validasi data pulau-pulau kecil terluar. Dengan demikian, rapat tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan pemahaman dan ketertiban administrasi pemerintahan di wilayah perbatasan antar negara.
Lebih lanjut, Amran menjelaskan tentang kedudukan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki hubungan langsung dengan sepuluh negara tetangga serta berbatasan dengan dua benua dan dua samudera. Beliau menguraikan hak Indonesia untuk menetapkan garis pangkal kepulauan sesuai dengan prinsip hukum laut internasional, yang menjadi jembatan penghubung antara titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar yang dimiliki Indonesia. Hal ini penting karena garis pangkal kepulauan menjadi landasan yang menyatukan wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, sejalan dengan deklarasi Juanda tahun 1957.