Percepat Investasi, Mendagri Dorong Kepala Daerah Selesaikan Batas Wilayah dan Rencana Tata Ruang
Kemudahan perizinan investasi atau izin usaha di daerah saat ini menjadi perhatian penting Presiden Jokowi, terutama dalam upaya pemulihan ekonomi selama pandemi Covid-19 ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan mendorong daerah agar segera melakukan deregulasi atau pemangkasan peraturan yang memperlambat perizinan dalam berusaha serta melakukan reformasi birokrasi agar tidak ada lagi aparatur yang melakukan pungli.
Hal itu disampaikan Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat memimpin Rapat Kerja Gubernur dan Bupati/Wali Kota tentang Penegasan Batas Daerah dan Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat, di Sasana Bakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, pada Jumat (30/04/2021) pagi. Rapat ini juga dihadiri Pj Gubernur Kalsel, Gubernur Sumsel, Gubernur Banten dan Wagub NTT, bupati/wali kota, pejabat Kemendagri dan BNPP, Ketua BIG, Ketua LAPAN serta Direktur Topografi TNI AD.
Menurut Mendagri Tito Karnavian, kehadiran investasi sangat penting bagi kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Ia memberi contoh, bagaimana pandemi memukul hampir semua sektor di daerah di Indonesia, membuat daerah kehilangan penghasilan dan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Namun, ada tiga daerah yang tetap bertahan bahkan penghasilan daerahnya mencapai surplus.
“Tiga provinsi ini karena ada investasi, ada perusahaan besar yang tetap beroperasi, yakni di Papua, itu ada Freeport yang tetap ekspor emas, tembaga. Maluku Utara, juga ada perusahaan yang bergerak di nikel juga, lalu Sulteng juga sama nikel. Sumsel lumayan karena tertolong investasi batubara dan sawit. Ini semua karena masih ada investasi ekonomi, ada usaha yang berjalan,” ujar Mendagri.
Pemerintah pusat, kata Mendagri, ingin mendorong percepatan dan pengembangan investasi di daerah melalui UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja bertujuan menarik investasi, menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia yang saat ini akan mengalami bonus demografi usia-usia produktif serta mengatasi permasalahan perizinan yang rumit dengan banyak regulasi di pusat dan daerah yang saling tumpang tindih.
Salah satu bentuk dari upaya pemerintah pusat mendorong daerah mengembangkan dan meningkatkan investasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2021 tentang penyelesaian ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, izin dan atau hak atas tanah yang menjadi acuan dasar dalam penetapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detil tata ruang (RDTR). PP ini adalah turunan dari UU Cipta Kerja.
“PP ini mencoba membongkar hambatan utama dalam berusaha atau berinvestasi di daerah, apa itu? Soal batas wilayah yang jelas. Banyak daerah yang batas wilayahnya belum jelas sehingga tidak memiliki RTRW dan RDTR yang jelas. Akhirnya, investor mau mengurus izin bingung, harus ke provinsi atau kabupaten/kota mana dan tidak dapat kejelasan juga, apakah wilayah yang ingin dia bangun itu masuk kawasan industrri, tanah adat, pemukiman atau apa. Akhirnya mereka takut untuk berinvestasi,” jelas Mendagri.
12 Tim Dibentuk Selesaikan Segmen Batas Daerah
Hal-hal seperti itu, kata Mendagri yang ingin diselesaikan melalui PP No 43 tahun 2021 ini. Menurut Mendagri, pemerintah tidak ingin banyak meja di kabupaten/kota lalu provinsi, lalu pusat untuk investor mengajukan izin usaha. Ia meminta kepala daerah belajar dari UEA atau Dubai, negara padang pasir yang hidup dari investasi, bisa menggratiskan pelayanan publik. Bagi Mendagri, Indonesia bisa seperti itu asalkan dimudahkan saat orang mau berinvestasi karena pasti akan berdampak besar bagi masyarakat.
Untuk itu, lanjut Mendagri, PP tersebut memberi mandat kepada Kemendagri bersama Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan batas wilayah antar provinsi dan antar kabupaten kota yang belum jelas. Kemendagri akan duduk bersama, membahas batas daerah dan menyepakatinya dengan menerbitkan Permendagri tentang penegasan batas wilayah yang sudah disepakati kedua belah pihak.
Mendagri menginstruksikan agar gubernur menunjuk Sekda/Asisten Pemerintahan untuk menjadi pengendali penyelesaian batas daerah, membuat langkah strategis rencana aksi, mendorong bupati/wali kota menyelesaikan penyelesaian batas daerah dan melakukan penguatan personil serta dukungan anggaran terkait persoalan ini.
Dalam kesempatan yang sama, Plh Dirjen Bina Adwil Suhajar Diantoro mengatakan direktoratnya sudah membentuk 12 tim dari seluruh Ditjen di Kemendagri serta menggandeng Dit Topografi TNI AD, LAPAN, BIG, Pushidrosal dan BNPP untuk terjun ke lapangan menyelesaikan batas wilayah tersebut.
“Senin tim sudah turun ke lapangan. Nantinya akan ada 4 langkah utama yang akan dilakukan, yakni pertama penyiapan dokumen yang terdiri dari UU POB, PP, perda, peta wilayah, peta dasar dan citra satelit. Kedua pelacakan batas, ketiga pengukuran dan penentuan posisi batas dan keempat itu pembuatan peta batas,” ujar Plh Dirjen Bina Adwil Suhajar Diantoro.
Dirjen Suhajar juga meminta kerja samanya dari Pemda. Pasalnya, karena amanat PP ini, harus selesai 5 bulan dari PP ini diundangkan, yakni Februari. “Jadi sisa sampai 2 Juli. Masih ada 311 segmen batas yang belum selesai. Jika pemda tidak sepakat, dalam jangka waktu 2 Juli, maka PP ini memberikan amanat dan mandat kepada Mendagri untuk menetapkan batas daerah melalui Permendagri paling lama 1 bulan alias 2 Agustus,” jelasnya.
Seperti diketahui, segmen batas daerah seluruh Indonesia berjumlah 979 segmen, terdiri dari 165 segmen batas daerah antar provinsi dan 814 segmen batas daerah antar kabupaten/kota. Sampai dengan bulan April 2021 ini, segmen batas antar provinsi yang sudah ditetapkan Permendagri sebanyak 138 segmen (83,6%) dan 530 (65,11%) segmen batas antar kabupaten kota. Artina sudah 668 segmen batas telah ditetapkan (68,23%).